Selasa, 07 Februari 2012

MANAGEMEN PENELITIAN


Manajemen Penelitian
Oleh Siroj

Di dalam tulisan ini menekankan bukan hanya bagaimana mengelola, mengatur kegiatan penelitian, tetapi juga seni di dalam melakukan penelitian (the art of doing research). Managemen penelitian selama ini lebih terkesan normative karena hanya menjelaskan bagaimana penelitian itu dikelola. Sedangkan seni melakukan penelitian lebih banyak bernuasa practical dan berbasis pada pengalaman di lapangan yang justru sangat penting untuk di-share kepada peneliti yang lain.

Problem di dalam Manajemen Penelitian
Berdasarkan fakta di dunia penelitian, ada beberapa hal yang penting menjadi pelajaran bagi kita sebagai peneliti. Pertama,  bahwa tidak sedikit peneliti yang tidak selesai melakukan penelitian sesuai jadwal yang telah ditentukan. Atau, mereka bisa selesai tetapi bersifat asal-asalan. Ungkapan yang sering kita dengan misalnya ‘bahwa yang selesai ini adalah belum selesai dan yang sudah selesai ini adalah belum selesai’. Mereka secara jujur menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan masih memerlukan kajian yang lebih mendalam, pembenahan penulisan yang lebih baik dan sebagainya.
Kedua, waktu pengajuan tidak mempunyai ide untuk dikembangkan menjadi penelitian, padahal ketika bukan masa pengajuan, idenya sangat banyak dan bagus-bagus. Sehingga yang sering terjadi adalah kebingungan ‘apa yang harus saya tulis ini’.  Buku, koran, majalah yang sering dibaca menjadi inspirasi yang sangat kaya dan murah dan bisa hadir setiap hari, tetapi hal itu seakan lewat begitu saja, tidak pernah mampir di dalam benak peneliti. Seminar, diskusi atau kegiatan akademik yang lain juga banyak memunculkan ide, tetapi hal itu tetap saja hanya lewat begitu saja, dan tidak berhenti ketika masa pengajuan.
Ketiga, ketidakkompakan pada waktu pelaksanaan penelitian. Mereka bukanlah bekerja secara optimal agar penelitian itu selesai dengan hasil yang berkualitas, tetapi justru ketidak-kompakan, menggantungkan kepada orang lain. Tetapi ketika  pembagian honor, mereka saling berebut. Personalia yang melakukan penelitian juga penting untuk diperhatikan agar tidak menjadi masalah yang demikian. Ketidakkompakan justru akan menyebabkan penelitian bercerai-berai mencerminkan ketidakutuhan dari suatu penelitian.
Mereka yang tidak selesai atau selesai tetapi masih ‘asal-asalan’, hilangnya ide untuk menulis proposal, ketidakkompakan pada waktu mengerjakan penelitian itu semua terjadi  bukan karena tidak mampu melakukan penelitian tetapi karena lemahnya manajemen penelitian.
Hal ini bisa terungkap dari alasan yang sering mereka lakukan. Pertama,  waktunya kurang. Ya, alasan ini terjadi karena pengerjakan penelitian dilakukan pada menit-menit terakhir ketika sudah mendekati deadline sehingga waktu yang mereka sangat kurang. Hal ini berbeda jika penelitian itu dilakukan sejak awal - sejak proposal dinyatakan bisa dilakukan. Pada waktu masih longgar, orang cenderung untuk menunda. ‘wah nanti saja kalau sudah longgar’. Padahal tidak ada waktu longgar, karena ketika longgar pasti ada kegiatan yang muncul. Persoalan waktu ini masih menjadi problem besar di sebagian peneliti, dan belum menjadi kesadaran sejati sebagaimana diamanatkan di dalam al-Qur’an.
Kedua, ketika membaca buku, majalah, koran atau written texts yang lain kurang ada upaya untuk mencatatnya, demikian juga ketika membaca fenomena sosial yang berkembang di masyarakat. Berita yang didengar setiap hari, seminar dan diskusi yang sering mereka ikuti tidak dibaca secara kritis dan dicatatnya, tetapi dibiarkan lewat beterbangan secara bebas. Jika ide-ide besar dan berharga itu dicatat, maka ketika dibutuhkan mereka itu akan datang dengan sendirinya.
Ketiga, kekompakan sering menjadi problem di dalam penelitian kelompok yang melibatkan lebih dari 1 orang.  Pemilihan personalia yang tidak tepat justru membuat hambatan di dalam mengerjakan penelitian. Apalagi kalau kegiatan penelitian itu menyangkut orang-orang yang berkuasa. Maka kekuasaanlah yang muncul, bukan kecerdasan melakukan penelitian. Mereka beralasan bahwa penguasa juga mempunyai andil di dalam meloloskan penelitian sehingga apa yang mereka lakukan itu sudah cukup untuk mendapatkan penghargaan. Ini realitas yang belum bisa dihindari dari kuatnya kekuasaan bermain di dalam dunia penelitian. Tetapi lagi-lagi kita sebagai peneliti harus bisa menyiasati bagaimana agar penelitian tetap bagus di tengah dominasi kekuasaan. Oleh karena itu seni di dalam melakukan penelitian mendapatkan banyak tantangan di dalam prosesnya.

Merencanakan Penelitian
Prinsip manajemen penelitian tetap mengikuti prinsip manajemen secara umum. Ada tiga aspek dari prinsip manajemen. Pertama, planning (membuat perencanaan). Di dalam dunia penelitian hal ini akan terlihat di dalam bagaimana membuat perencanaan yang matang untuk kegiatan penelitian yang tercermin di dalam proposal. Kedua, prinsip actuating (implementasi). Hal ini bisa dimaknai dengan kegiatan mulai dari pembuatan instrument, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, pembuatan laporan. Ketiga, controlling, yaitu bagaimana mengontrol suatu penelitian agar proses penelitian yang dilakukan itu sesuai dengan prinsip dasar penelitian yang dipegangnya dan mengurangi tingkat kesalahan sekecil mungkin.
Di dalam pembuatan proposal, ada beberapa hal yang perlu dikelola dengan baik meskipun secara teoritik mudah diucapkan. Pertama, ‘apa sebenarnya yang akan diteliti’ atau dengan formulasi pertanyaan lain misalnya ‘apa sebenarnya yang akan dijawab dari penelitian ini?’ Pertanyaan ini penting sekali untuk diajukan karena sering terjadi pertanyaan penelitian itu bukan pertanyaan penelitian yang berbobot, atau untuk menjawabnya tidak harus melalui penelitian. Bahkan jangan-jangan memang tidak ada pertanyaan yang perlu dijawab melalui proses penelitian. Pertanyaan dengan formulasi ‘apa’ tentunya kurang berbobot bila dibandingkan dengan pertanyaan ‘mengapa’. Formulasi pertanyaan mengapa juga masih mengandung jawaban yang spekulatif. Maka bisa jadi, peneliti lebih tertarik pada pertanyaan apa di balik dari fenomena yang ada.
Di samping itu, perlu juga dipertimbangkan manfaat dari penelitian yang dilakukan. Penelitian yang telah membutuhkan dana, tenaga, dan pikiran yang tidak ringan jangan sampai hanya sia-sia tanpa memberikan kontribusi pada pengembangan masyarakat atau keilmuwan. Alangkah indahnya jika hasil penelitian memberikan manfaat besar kepada mereka yang membacanya, apalagi kemudian untuk kebijakan yang luas yang diperlukan untuk mengatasi persoalan bangsa. Peneliti di negara maju banyak yang melakukan yang kemudian hasil penelitian itu disebarluaskan sehingga kita yang berada di Indonesia juga bisa menikmati manfaatnya. Maka prinsip penelitian itu bukan hanya untuk penelitian, tetapi penelitian untuk masyarakat perlu dipertimbangkan.
Di dalam merencanakan penelitian juga harus mempertimbangkan bagaimana melakukannya. Sering terjadi proposal penelitian berisi kumpulan dari konsep yang tidak jelas apa maknanya dan belum tentu applicable untuk digunakan. Penulisan hanya mengikuti nafsu biar terkesan ilmiah. Hal ini tentu membuat pembaca bukan paham terhadap apa yang akan dilakukan, tetapi justru pusing memahami alur pikir yang digunakan. Oleh karena itu, proposal penelitian dibuat dengan jelas, bahasa yang mudah dipahami dan bisa diterapkan.
Sering juga, rancangan penelitian itu ingin melihat semua aspek dari fenomena sosial. Ibarat menggambar kerbau lengkap dengan anting, kalung dan pecinya. Sebagian peneliti pemula itu sering bernafsu – semua mau diambil seperti kapal keruk. Tetapi yang terjadi kemudian adalah ketidakjelasan dan kedangkalan. Penelitian itu menarik karena terbatas, bukan karena luasnya persoalan yang diteliti.
Rancangan penelitian juga harus memikirkan perspektif teoritik yang digunakan. Hal ini sering dilupakan di dalam penelitian keagamaan. Perpsektif teoritik bukan kumpulan teori, tetapi cara pandang dari peneliti yang selama ini dipegangi itu apa yang kemudian didukung oleh teori yang berkembang. Teori itu bukan berarti harus diikuti secara membabi buta, tetapi bisa jadi pada awalnya dikagumi, kemudian setelah dikumpulkan data, teori itu tidak bisa digunakan untuk melihatnya. Teori Barat lebih bersifat grand theory sementara apa yang terjadi di dalam kasus di Indonesia itu sangatlah unik.  Perspektif teoritik seperti kaca mata yang digunakan untuk melihat yang nantinya melahirkan picture yang menarik tentang suatu fenomena. Tanpa perspektif teoritik maka fenomena akan kabur tidak jelas apa maknanya.
Juga, rancangan harus dibuat secara lengkap metode penelitian yang digunakan. Tuntutan metode bukanlah kumpulan dari definisi, tetapi lebih penting adalah bagaimana teknik yang operasional untuk mendekati fenomena, teknik pengumpulan data, siapa yang menjadi subyek penelitian, bagaimana mengolah dan analisisnya dan sebagainya.
Rancangan yang baik juga sebaiknya memuat siapa yang akan melakukan penelitian dan kapan akan dilaksanakan serta siapa yang akan memback up dananya. Ketidakcermatan memilih partner justru bisa menjadi boomerang. Budaya yang mengutamakan kekuasaan sering menjadi kendala di dalam menentukan siapa yang akan melakukan penelitian.  Waktu juga perlu diatur dengan baik. Peneliti kita lebih banyak sebagai kegiatan sampingan. Kegiatan utama dosen itu mengajar, yang berbeda dengan peneliti dari LIPI yang memang menjadi kegiatan utama. Kegiatan dosen tersebut berbeda juga dengan dosen di universitas di Barat di mana dosen dengan mudah mendapatkan kesempatan untuk penelitian dengan meninggalkan kampusnya agar bisa diperoleh teori baru.  Persoalan siapa yang akan membeayai juga penting untuk dilakukan. Penelitian itu butuh keseriusan, meninggalkan rumah, membeli buku dan sebagainya. Maka wajar kalau mendapatkan dana. Tetapi sebaiknya hal ini jangan menjadi kendala. Niatilah semuanya itu sebagai ibadah, beramal dengan ilmu yang ditekuninya.

Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan pokok di dalam melakukan penelitian itu mengumpulkan data, mengolah dan menganalisisnya. Oleh karena itu, manajemen penelitian hendaknya bisa bekerja secara maksimal agar lancar di dalam pelaksanaan penelitian.
Ada beberapa langkah yang harus dilalui di dalam proses pengumpulan data. Pertama, membuat instrument penelitian. Jika ini tidak ada, maka proses pengumpulan data tidak bisa dilakukan. Ketika di lapangan tidak bisa berbuat banyak jika instrument tidak ada. Dalam penelitian survey, instrument ini seakan wakil dari peneliti, oleh karena itu tuntutan instrument sangat ketat. Instrument di dalam penelitian survey sering disebut dengan angket. Sedangkan untuk pengumpulan dengan wawancara disebut dengan pedoman wawancara. Untuk observasi disebut dengan pedoman observasi.
Kedua, sebagai peneliti harus menentukan siapa yang menjawab angket atau respondennya karena tidak semua orang bisa mengisi angket. Peneliti juga harus menentukan teknik randomnya seperti apa, siapa yang akan melakukan penyebaran angket kepada responden, dengan cara apa dan beayanya dari mana. Hal di atas perlu didesain sejak awal jika ingin melakukan dengan survey.  Jika pendekatan yang dipilih itu kualitatif, maka peneliti perlu mengatur siapa yang akan diwawancarai, kapan akan dilakukan, tinggal di mana, penerimaan subyek penelitian seperti apa. Peneliti hadir di lokasi karena peran dari peneliti sendiri berfungsi sebagai instrument penelitian.
Ketiga, peneliti harus mengatur bagaimana meng-entry data, mengolah dan memberikan tafsir atas data jika penelitian itu survey. Sedangkan jika kualitatif peneliti mencatat dengan cepat di buku field note, merekonstruksi di dalam draft sementara, memberikan tafsir atas data dan sebagainya.
Keempat, persoalan lain yang tidak kalah penting adalah bagaimana melawan musuh yang bernama ‘malas’. Jenis penyakit ini sering datang ketika peneliti itu capek, banyak tulisan yang menumpuk dan berserakan, tulisan yang kurang jelas dan sebagainya. Oleh karena itu, penyakit malas harus diantisipasi secara dini jangan sampai menggerogoti kegiatan penelitian yang kita lakukan. Gara-gara malas, kegiatan penelitian menjadi terbengkelai dan tahu-tahu deadline sudah tiba, maka proses sejak awal yang sudah bagus menjadi berantakan.

Mengontrol Penelitian
Sebagai peneliti harus teliti terhadap data yang telah dikumpulkan, perspektif teoritik yang digunakan, hasil temuan dan sebagainya. Oleh karena itu, peneliti harus melakukan, pertama,  triangulasi kepada pihak lain, FGD atau mengkaji ulang terhadap apa yang telah diperolehnya dan sebagainya. Sebab bisa jadi prosedur yang digunakan oleh peneliti kurang tepat, atau wawancara itu bersifat manipulatif karena belum begitu kenal, hasil wawancara itu bersifat normative saja.  Pengalaman menunjukkan bahwa trianglulasi, FGD dan pendalaman lebih lanjut bisa mengontrol data yang telah dikumpulkannya.
Kedua, diskusi dengan mereka yang memiliki keahlian dalam bidang yang sama dengan apa yang kita lakukan. Dalam hal ini tradisi kita ini ‘sungkan’ untuk bertanya kepada mereka yang ahli, ditambah dengan sikap mereka yang ahli juga masih sering kurang begitu akrab dengan orang yang ada dibawahnya. Padahal keduanya bisa saling menguntungkan dan memberi manfaat. Tidak semua para ahli itu mengetahui persoalan baru yang muncul, maka dengan membaca hasil mereka yang sedang penelitian berarti menambah pengetahuan baru.
Ketiga, seminar tetapi dengan prinsip memberi masukan, memperbaiki kekurangan, memberikan arah dan sebagainya. Dalam praktek, seminar lebih banyak berupa pembantaian di dunia akademik. Ini yang kurang benar dari seminar. Padahal seminar bisa memberikan arah yang lebih terang dari ketidakjelasan fenomena yang dibacanya.

Kesimpulan
Penelitian itu proses kerja, bukan datang dari langit seperti ndaru, merdukun, hasil dari meditasi atau yang lainnya. Oleh karena itu, penelitian harus diorganisir dengan baik agar memperoleh hasil maksimal.
Sikap untuk menjadi peneliti itu berasal dari ‘suara hati’, bukan karena uang atau keterpaksaan. Orang kalau sudah cinta dengan dunia penelitian, itu akan senang mengamati, membaca fenomena sosial sehingga penelitian itu bukanlah beban tetapi penelitian itu kegiatan yang menyenangkan. Penelitian bisa menjadi kegiatan yang membebaskan dari pemahaman kita terhadap suatu fenomena sosial.
Juga, penelitian bukanlah sekedar mempelajari teori tetapi melakukannya. Orang yang ingin ahli bermain gitar, maka dia harus sering memetik sinar yang menghasilkan bunyi yang indah. Hal yang sama juga terjadi di dalam dunia penelitian. Semakin sering maka semakin skillful (trampil), tajam analisisnya dan semakin banyak yang belum diketahuinya.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih, mulailah penelitian itu dari yang berskala kecil sehingga menjadi habitual. Kalau sudah menjadi kebiasaan maka penelitian akan terasa ringan. Perbanyaklah membaca fenomena sosial, mendengar apa kata orang dan jangan lupa mencatatnya.

Selamat dan be successful

Tidak ada komentar:

Posting Komentar