
Abu Hamid Al Ghozali
I. PENDAHULUAN
الحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِيْ جَعَلَ التَّوْحِيْدَ قَاعِدَةَ الإِسْلاَمِ وَأَصْلَهُ
وَرَأْسَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهَ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهَدْيِهِ. أَمَّا بَعْدُ:
Tauhid
adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena
tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukan.Hanya amal yang
dilandasi dengan tauhidullah, menurut tuntunan Islam, yang akan menghantarkan
manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat
nanti.
Allah
Ta’ala berfirman:
â ô`tB @ÏJtã $[sÏ=»|¹ `ÏiB @2s ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quxm Zpt6ÍhsÛ ( óOßg¨YtÍôfuZs9ur Nèduô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$2 tbqè=yJ÷èt ÇÒÐÈ á
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun
perempuan, sedang ia dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik lagi dari apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. An Nahl: 97).
Berdasarkan pada pentingnya peranan tauhid dalam
kehidupan manusia, maka wajib bagi setiap muslim mempelajarinya. Tauhid bukan
sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah Allah;
bukan sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud
(keberadaan) Nya, dan wahdaniyah (keesaan) Nya, dan bukan pula sekedar
mengenal Asma’ dan Sifat-Nya.
Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah; bahkan
mengakui keesaan dan kemaha-kuasaan Allah dengan meminta kepada Allah melalui
Asma’ dan Sifat-Nya. Kaum jahiliyah kuno yang dihadapi Rasulullah r
juga meyakini bahwa Tuhan Pencipta, Pengatur, Pemelihara dan Penguasa alam
semesta ini adalah Allah. Namun, kepercayaan dan keyakinan mereka
itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat muslim, yang
beriman kepada Allah I.
Dari sini
timbullah pertanyaan: “Apakah hakikat tauhid itu? Tauhid adalah pemurnian
ibadah kepada Allah. Maksudnya yaitu: menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekwen dengan
mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dengan penuh
rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepada-Nya.
Untuk
inilah sebenarnya manusia diciptakan Allah, dan sesungguhnya misi para Rasul
adalah untuk menegakkan tauhid dalam pengertian tersebut di atas, mulai dari
Rasul pertama sampai Rasul terakhir, yaitu Nabi Muhammad r.
Maka pada
makalah ini akan membahas tentang tauhid yang ada di dalam kitab Ihya Ulumuddin
jili IV yang mempunyai arti penting dan
berharga sekali untuk diketahui dan menjadikannya sebagai pegangan hidup.
Buku ini
ditulis oleh seorang ulama yang giat dan tekun. Beliau adalah syaikh Abu Hamid Muhammad
bin Muhammad at Tusi al Ghozali , yang dilahirkan di Thusi pada tahun 450 H(
1058 M ), dan meninggal di desa Tabaran pada tahun 505 H (1111 M) dalam usia 55
tahun ( Lewis, 1965: 1038).
Makalah ini
akan membahas tentang pengertian tauhid, pembagian tingkatan tauhid serta
pembagian alam menurut Imam Ghozali, dalam memaparkan mungkin masih banyak
kekurangan untuk itu saya mohon masukan dari teman-teman dan khususnya dari
bapak dosen pengampu mata kuliah Ilmu Tasawuf dan semoga dapat bermanfaat ,
Amien.
II.
PEMBAHASAN
A. Biografi Abu
Hamid Al Ghozali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad
at Tusi al Ghozali. Dilahirkan di Thusi pada tahun 450 H / 1058 M di sebuah
desa kecil bernama Ghozalah Thabaran bagian dari kota Tus, wilayah Khurasan.
(1965: 1038). Beliau adalah seorang alim yang banyak menghabiskan masa hidupnya
untuk menuntut ilmu dan mendakwahkan islam. Salah satu dari karya terbesar Al
Ghozali adalah kitab Ihya Ulumuddin yang terkenal di kalangan masyarakat umum
dan golongan tetentu.
Al Ghozali dimabil dari kata Ghazzal, artinya tukang
pemintal benang, karena ayahnya seorang pemintal benang wol. Sedangkan al
Ghazali diambil dari kata Ghazalah, nama kampung kelahiran al Ghazali. Al
Ghazali adalah seorang pemikir terpenting di dunia Islam. Meskipun ia hidup
sembilan abad yang lalu hasil pemikiranya masih banyak di warisi oleh umat
Islam. Besarnya pengaruh al Ghazali di dunia Islam dapat dilihat dari gelar Hujjatul
Islam yang diberikan kepadanya (Nur Cholis Madjid, 1984: 34).
Selain mendalami fiqh dan teologi di Nizapur, al
Ghozali juga belajar dan melakukan praktek tasawuf dibimbing oleh al Farmadzi,
tokoh sufisme asal Thus murid al Qusyairi, hanya saja saat pertama ini al
Ghozali tidak berhasil mencapai tingkat dimana sang mistis menerima inspirasi
dari alam ata. Ia juga mempelajari doktrin-doktrin Ta’limiyah hingga al Muntadzir
menjadi kholifah (1094-1118 M). Ia juga diangkat menjadi guru di sekolah
Nizamiyah pada tahun 483 H/ 1090 dan dilaksanakan dengan baik ( Hanafi, 1990:
)135
Al Ghazali merupakan seorang ahli pikir Islam yang
luar biasa ilmunya, hampir semua ilmu ia kuasai. Ini dapat dilihat dari hasil
karyanya yang menulis berbagai disiplin ilmu, antara lain filsafat, ilmu kalam,
fiqh, usul fiqh, tasawuf. Badawi Thabana, menulis dalam muqodimah Ihya Ulumudin
tentang hasil karya al Ghazali yang nerjumlah 47 kitab diantaranya Tahafut al
falasifah, Al Mustasya, Minhajul Abidin dan yang paling terkenal Ihya Ulumuddin
yang terdiri dari 4 jilid (Badawi, 1957: 22).
B. Pengertian Tauhid
Dari segi bahasa ‘mentauhidkan sesuatu’ berarti
‘menjadikan sesuatu itu esa’. Dari segi syari’ tauhid ialah ‘mengesakan Allah
didalam perkara-perkara yang Allah sendiri tetapkan melalui Nabi-Nabi Nya yaitu
dari segi Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ Was Sifat’.
Sesungguhnya, Allah menciptakan seluruh alam semesta
termasuk di dalamnya jin dan manusia adalah hanya untuk beribadah kepada-Nya.
Allah Ta’ala telah berfirman dalam Al-Qur’an Al-Karim, “Dan tidaklah aku
ciptakan jin dan manusia, melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku”
(Adz-Dzariyat: 56). Inilah hakikat diciptakannya jin dan manusia, yaitu
hanya untuk beribadah kepada Allah saja tanpa mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun. Sebab, tauhid hanya kepada Allah saja, karena syarat
diterimanya suatu ibadah/ amalan adalah ikhlas kepada Allah merupakan hak Allah
yang harus ditunaikan oleh setiap manusia. Setiap manusia harus mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah dan mengikuti
tuntunan Rasulullah. Jika seseorang beribadah kepada selain Allah, maka ia
telah berbuat syirik kepada Allah dan hal itu mengeluarkannya dari Dienul
Islam. Allah berfirman,
ö@è% !$yJ¯RÎ)
(#qãã÷r&
În1u Iwur à8Îõ°é&
ÿ¾ÏmÎ/ #Ytnr& ÇËÉÈ
“Katakanlah,
‘Sesungguhnya aku hanya menyembah tuhanku dan tidak mempersekutukan sesuatupun
dengan-Nya.” (Al-Jin: 20).
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tauhid adalah mengesakan Allah
didalam segala hal dan mengihlaskan
ibadah hanya kepada Allah, dan jangan sampai tercampuri oleh sesuatu apapun
selain Allah.
C.
Tauhid Dan Tawakal
Al-Ghazali adalah salah seorang pemikir muslim
terbesar dan paling berpengaruh dalam sejarah Islam. Sebagian besar kaum muslim
menempatkan Al-Ghazali sebagai pemikir genius yang berhasil memadukan fiqih dan
tasawuf secara amat mengesankan dan paling luas diterima.
Oleh karena itu, sangat wajar jika kita akan
mendiskusikan pemikiran Al-Ghazali tentang praktik-praktik religius seharusnya dimulai
dengan konsepsinya tentang tauhid. Persoalan keesaan Tuhan atau tauhid adalah
tema yang sangat sentral dalam teologi skolastik muslim. Semua persoalan teologis yang menyoal zat,
sifat-sifat, dan tindakan Tuhan tercakup dalam tauhid. Tidak berlebihan jika
kita mengatakan bahwa sejarah teologi Islam muncul di persoalan tauhid, tentang
bagaimana menafsirkan dan mengkonseptualisasikan bagian pertama syahadat yang berbunyi
La ilaha illallah (Al Ghazali, Ihya Ulumuddin Terjamah Moh. Zuhri)
Keutamaan tawakal dapat diketahui dari ayat-ayat
Al-Qur’an dan hadits-hadits.Ayat-ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang
keutamaan tawakal adalah:
n?tãur «!$# (#þqè=©.uqtGsù bÎ) OçGYä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÌÈ
“Dan hanya kepada Allah hendaknya
kamu bertawakal jika kamu benar-benar orang yang beriman.”(QS.Al-Maidah: 23)
`tBur ö@©.uqtGt n?tã «!$# uqßgsù ÿ¼çmç7ó¡ym
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS.
Ath-Thalaq (65): 3)
¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
“Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran (3): 159)
Adapun hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan
tawakal antara lain dalam hadits yang diriwayatkan Ibn Mas’ud, Rasulullah SAW
bersabda, “Aku lihat umat-umat disuatu tempat perkumpulan, maka aku lihat
umatku telah memenuhi lembah dan gunung, maka membuatku kagum banyaknya jumlah
dan bentuk mereka. Maka ditanyakan
kepadaku, ‘Apakah engkau senang?’ Aku menjawab, ‘Ya, aku senang.’ Bersama
mereka terdapat tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa dihisab.’”
Lalu beliau
ditanya, “Siapakah mereka?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang
tidak menggunakan besi panas untuk penyembuhan, tidak meramal, tidak minta
dijampi-jampi, dan hanya kepada Tuhannya mereka bertawakal.”‘Ukasyah berdiri
lalu berkata, “Wahai Rasulullah, mohonkanlah kepada Allah SWT agar menjadikan
aku termasuk diantara mereka.” Maka Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah,
jadikanlah ia termasuk diantara mereka.”
Lalu ada
seorang lagi yang berdiri dan berkata, “Mohonkanlah kepada Allah agar
menjadikan aku termasuk diantara mereka.” Maka Rasulullah SAW menjawab, “Engkau
telah didahului oleh‘Ukasyah.”Rasulullah SAW bersabda, “Kalau kamu bertawakal
kepada Allah dengan sebenar-benarnya, maka Dia akan memberikan rezeki kepadamu
sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung yang pergi pada waktu pagi
dalam keadaan lapar dan kembali pada waktu sore dalam keadaan kenyang.”
Ketika
Al-Khawwash ra., membaca ayat:
ö@2uqs?ur n?tã ÇcyÛø9$# Ï%©!$# w ßNqßJt ôxÎm7yur ¾ÍnÏôJpt¿2
“Dan bertawakallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati (QS. Al-Furqan (25): 58), maka ia berkata,
“Setelah ayat ini tidak sepatutnya bagi hamba berlindung kepada selain Allah
SWT.”
D. Hakikat
Derajat Tauhid sebagai Landasan Tawakal
Ketahuilah,
bahwa makna tauhid yang merupakan pokok tawakal adalah perwujudan dari
ucapanmu: La ilaha illallah wahdahu la syarika lahu dan keimanan terhadap
kekuasaan (al-qudrah) yang merupakan penafsiran dari ucapanmu: Lahul mulk,
serta keimanan kemurahan dan kebijaksanaan yang ditujukkan dalam ucapanmu: Wa
lahul-hamd. Barang siapa yang hatinya dikuasai makna kalimat ini, maka ia
menjadi orang yang bertawakal.
.E.Pokok
Tauhid dan Empat Tingkatannya
Tauhid itu
terbagi menjadi: lu(isi), lubb al-lubb (isinya isi), qasyr
al-lub (kulit isi), dan qasyr al-qasyr (kulitnya kulit), seperti
buah pala.
PERTAMA, keimanan terhadap ucapan semata merupaka qasyr al-qasyr, yaitu keimanan orang-orang munafik wal-‘iyadzu billah (Al Ghazali, Muhtasor Ihya Ulumuddin, 1999: 243).
PERTAMA, keimanan terhadap ucapan semata merupaka qasyr al-qasyr, yaitu keimanan orang-orang munafik wal-‘iyadzu billah (Al Ghazali, Muhtasor Ihya Ulumuddin, 1999: 243).
KEDUA, membenarkan makna
kalimat itu, yaitu keimanan kaum muslim pada umumnya.
KETIGA, menyaksikan hal itu melalui al-kasyf. Ini merupakan maqam orang-orang yang didekatkan (al-muqarrabin). Hal itu adalah dengan melihat berbagai sebab. Tetapi semuanya itu berasal dari yang Maha Esa dan Maha Perkasa.
KEEMPAT, tidak melihat kecuali satu, yaitu kesaksian orang-orang yang benar (ash-shiddiqin). Kaum sufi menyebutnya fana dalam tauhid. Ia tidak melihat dirinya karena dirinya lebur dalam Al-Haqq yang Maha Esa. Inilah yang dimaksud dalam ucapan Abu Yazid, “Sebutan diriku melalaikanku.
KETIGA, menyaksikan hal itu melalui al-kasyf. Ini merupakan maqam orang-orang yang didekatkan (al-muqarrabin). Hal itu adalah dengan melihat berbagai sebab. Tetapi semuanya itu berasal dari yang Maha Esa dan Maha Perkasa.
KEEMPAT, tidak melihat kecuali satu, yaitu kesaksian orang-orang yang benar (ash-shiddiqin). Kaum sufi menyebutnya fana dalam tauhid. Ia tidak melihat dirinya karena dirinya lebur dalam Al-Haqq yang Maha Esa. Inilah yang dimaksud dalam ucapan Abu Yazid, “Sebutan diriku melalaikanku.
Yang
Pertama, adalah keimanan
dengan lisan semata. Hal itu tidak memberikan manfaat kecuali dalam menghindari
tebasan serta menjaga kesehatan harta dan jiwanya, karena sabda Rasulullah SAW.,
“Jika mereka mengucapkannya terpeliharalah dariku darah dan harta mereka.”
Yang
Kedua, adalah orang yang
menganut tauhid. Artinya, dengan hatinya dia meyakini makna kalimat itu tanpa
ada keraguan padanya. Namun hal itu tidak meresap kedalam batinnya. Keadaan ini
dapat menjaganya dari azab diakhirat jika ia mati dalam keadaan itu dan tidak
mengerjakan kemaksiatan secara terus menerus. Karena itu ikatan ini, mengendorkan
ahli bid’ah dengan kekurangan dan mengendorkan ahli kalam tanpa kekurangan.
Yang Ketiga, adalah ahli tauhid dalam pengertian bahwa
terbuka dadanya sehingga ia tidak melihat kecuali satu walaupun banyak sebab.
Maka ia mengetahui bahwa sumbernya adalah dari Al-Haqq yang Maha Esa
Yang
Keempat, adalah ahli
tauhid dalam pengertian tidak hadir dalam syuhud dan hatinya kecuali Al-Haqq
yang Maha Esa. Ia tidak memerlukan perantara dan dirinya. Keadaan ini merupakan
yang tertinggi. Yaitu, inti pala itu berminyak, misalnya. Tidak ada pembahasan
dalam keadaan keempat ini. Bahkan pembahasan dalam keadaan ketiga adalah yang
melihat Al-Haqq yang Maha Esa. Ia melihat keseluruhan sebagai satu karena masalahnya
dari Al-Haqq yang satu.
Di dalam
hal ini, orang yang belum terbit cahaya Allah di dalam hatinya mengatakan
tentang maksud firman Allah SWT., “Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah
hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya
(sama dengan orang yang membantu hatinya)? (QS. Az-Zumar (39): 22). Bagaimana
ia melihat keseluruhan sebagai satu, padahal ia melihat sejumlah sebab di
langit dan bumi. Ia melihat jumlah yang banyak.
Ketahuilah,
bahwa penyingkapan rahasia-rahasia ini tidak mungkin dilakukan. Sehingga
sebagian orang arif mengatakan bahwa menyebarkan rahasia rububiyyah adalah
kufur. Namun yang kami maksudkan adalah yang dihasilkan peribadatanmu. Yaitu,
bahwa sesuatu itu banyak dalam satu pengertian dan sedikit dalam pengertian
lain, seperti manusia dalam hal bagian-bagiannya adalah banyak dan dalam hal
individualnya adalah satu, dipandangnya sebagai satu, tidak berbilang.
Demikian
pula, seluruh yang ada dalam wujud, yaitu pencipta dan makhlukNya, memiliki
banyak pengertian. Satu pengertian dari banyak pengertian adalah seperti
manusia. Walaupun tidak sesuai, namun hal itu mengingatkan bahwa kadang-kadang
dalam satu pengertian sesuatu itu banyak tetapi dalam pengertian lain adalah
satu. Hal ini ditegaskan oleh Al-Husain bin Manshur dimana ia melihat
Al-Khawwash menjauh dalam perjalanan-perjalanannya (asfar). Maka ia bertanya,
“Mengapa engkau ini?” Al-Khawwash menjawab, “Aku menjauh dalam afsar-ku untuk
memperbaiki keadaanku dalam bertawakal” Al-Husain berkata, “Engkau telah
menghabiskan umurmu dalam membina batinmu. Tetapi bagaimana dengan
fans-mu dalam tauhid? Al-Khawwash adalah pada maqam ke tiga. Maka ia berusaha melewati untuk sampai pada maqam
keempat.
Jika engkau
katakan, “Jelaskanlah pada kami keadaan ketiga, jika engakau tidak akan
menjelaskan keadaan keempat.” Maka aku katakan, “Hal itu dengan engkau
mengetahui bahwa tidak ada pecinta selain Allah SWT. Dan bahwasannya atom
dilangit dan bumi tidak bergerak kecuali dengan izin Allah SWT. Tidak ada
kefakiran, kaya, kematian, dan kehidupan kecuali dengan izin Allah SWT. Dia
adalah Pecipta segala sesuatu. Barangsiapa yang sampai pada tahap ini dan
mengetahui bahwa tiada tuhan selain Dia, maka ia tidak akan memandang pada
sesuatu yang lain. Karena, segala sesuatu ditundukkan dalam kekuasaan-Nya
.Hal ini
adalah ibarat raja ketika dimintai ampunan. Maka seseorang tidak memandang pada
pena dan kertas, serta berterima kasih kepada keduanya. Melainkan orang itu
akan memandang pada penulis, yaitu raja, dan berterima kasih kepadanya.
Brangsiapa yang memandang selain Allah SWT dari sebab-sebab, maka ia seperti
orang yang memandang pada pena dan kertas, serta berterima kasih kepada
keduanya. Ahli tauhid yang telah kami sebutkan adalah yang dibingungkan oleh
melihat keindahan raja daripada memandang pena. Atau diingatkan padanya
keberadaan pena, tetapi tidak melihat dan tidak pula mengingatkan.
Jika engkau
katakan, “Ini pada benda-benda mati yang ditundukkan. Aku memahaminya. Namun
bagaimana aku dapat memahami hal itu yang terjadi pada manusia yang memiliki
pilihan terhadap kebaikan, pemaafan, memberi, dan mencegah. Bgaimana aku
mengalihkan perbuatannya pada asalnya?” Maka aku menjawab, “Di dalam hal ini
banyak kaki yang tergelincir, kecuali hamba-hamba Allah yang ikhlas. Mereka
adalah yang tidak dikuasai setan. Mereka memandang dengan cahaya mata hati
keberadaan penulis yang ditundukkan dan dipaksa sebagaimana semua orang lemah
melihat keberadaan pena yang ditundukkan di tangan penulis. Jika orang-orang
lemah itu keliru dalam hal tersebut seperti kelirunya semut diatas kertas yang
ditulisi karena keterbatasan penglihatannya dalam pengenali penulis. Maka
engkau melihat pena dan memindahkan tulisan penanya. Ini adalah seperti
penglihatan orang-orang lemah.
Orang-orang
yang dikaruniai taufikNya dan dilapangkan dadanya dengan cahayaNya melihat yang
diatas itu. Kepada mereka Allah menjadikan setiap atom di langit dan dibumi
berbicara dengan kekuasaanNya, yang dengannya Dia menjadikan segala sesuatu
berbicara dengan kekuasaanNya, yang dengannya Dia menjadikan segala sesuatu
berbicara. Sehingga mereka mendengar penyucian dan tasbihnya kepada Allah dan
persaksianya terhadap dirinya yang lemah. Dengan lisan yang fasih setiap atom
berbicara kepada mereka tanpa suara dan huruf, serta tidak terdengar oleh
mereka yang terlepas dari pendengaran. Maka setiap atom di alam ini bersama
pemilik hati memiliki munajat. Hal itu merupakan rahasia kalam Allah SWT. yang
tiada akhir baginya, sebagaimana firman Allah SWT., “Katakanlah, ‘kalau
sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun
Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula) (QS. Al-Kahfi (18): 109)
Maka karena
hal ini, pemilik hati senantiasa bermunajat dengan rahasia-rahasia malakut.
Namun menyebarkan rahasianya adalah tercela. Bahkan dada orang-orang yang
merdeka merupakan kuburan rahasia-rahasia. Apakah engkau pernah melihat orang
yang diberi kepercayaan menyimpan rahasia raja mengungkap rahasianya dihadapan
orang banyak
.Kalau
boleh menyebarkan setiap rahasia, Rasulullah SAW tidak akan mengatakan, “Kalau
kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan sedikit tertawa dan
banyak menangis.”
Bahkan
beliau menyebutkannya kepada mereka sehingga mereka tidak tertawa melainkan
menangis, tidak akan dilarang menyebarkan rahasia takdir, dan Rasulullah SAW
tidak akan bersabda, “Jika bintang-bintang (ramalan) disebut, maka berhentilah.
Dan jika takdir disebut qadha, maka berhentilah.”
F. Pembagian Alam
1. Alam kekuasaan atau alam kenyataan
Yang dimaksud
alam kenyataan yaitu kertas, tinta, pena serta tangan termasuk alam ini dan
telah engkau lewati empat tempat persinggahan dengan mudah.
2. Alam
Malakut
Alam
malakut yaitu yang dibelakang, apabila engkau melewatinya dan sampai
ketempat-tempat persinggahan, seperti padang-padang yang luas, gunung-gunung
yang tinggi dan lautan yang dalam, saya tidak tahu bagaimana engkau selamat
disitu.
3. Alam Jabarut
Yaitu 3 tempat persinggahan , karena pada awalnya tempat kekuasaan,
kehendak, dan ilmu yaitu pertengahan antara alam kekuasaan dan alam malakut.
Karena alam kekuasaan lebih mudah jalanya, sedang alam malakut lebih sulit
jalanya.
Sesungguhnya alam jabarut itu diantara alam kekuasaan dan alam malakut
menyerupai kapal yang diantara bumi dan air. Maka ia tidak terletak pada batas
guncangan air maupun batas ketenangan dan kokohnya bumi. Masing-masing yang
berjalan diatas bumi dialam kekuasaan dan kenyataan. Jika kekuasaanya mencapai
kemampuan menaiki kapal itu , ia pun seperti berjalan dialam jabarut . Jika ia
sanggup berjalan diatas air tanpa kapal , ia pun berjalan dialam malakut tanpa
susah payah. Jika engkau tidak sanggup berjalan di atas air , maka pergilah.
Engkau telah melewati bumi dan meninggalkan kapal dan hanya tersisa air yang
jernih.
Awal dari alam malakut ialah menyaksikan pena untuk menulis ilmu dan
timbulnya keyakinan yang mebuatnya berjalan diatas air . andaikata bertambah
keyakinanya , niscaya ia telah berjalan di atas udara.
G.
Tujuan Diciptakannya Jin dan Manusia Adalah untuk Menauhidkan Allah
Sesungguhnya,
Allah menciptakan seluruh alam semesta termasuk di dalamnya jin dan manusia
adalah hanya untuk beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala telah berfirman dalam
Al-Qur’an Al-Karim,
â $tBur àMø)n=yz £`Ågù:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 á
“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, melainkan hanya untuk
beribadah kepada-Ku” (Adz-Dzariyat: 56).
Inilah
hakikat diciptakannya jin dan manusia, yaitu hanya untuk beribadah kepada Allah
saja tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sebab, tauhid hanya
kepada Allah saja, karena syarat diterimanya suatu ibadah / amalan adalah
ikhlas kepada Allah merupakan hak Allah yang harus ditunaikan oleh setiap
manusia. Setiap manusia harus mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah dan
mengikuti tuntunan Rasulullah.
Jika seseorang beribadah kepada selain Allah,
maka ia telah berbuat syirik kepada Allah dan hal itu mengeluarkannya dari Dinul
Islam. Allah berfirman,
ö@è% !$yJ¯RÎ) (#qãã÷r& În1u Iwur à8Îõ°é& ÿ¾ÏmÎ/ #Ytnr&
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku hanya
menyembah tuhanku dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya.” (Al-Jin:
20).
III. KESIMPULAN
Dari segi bahasa ‘mentauhidkan sesuatu’
berarti ‘menjadikan sesuatu itu esa’. Dari segi syari’ tauhid ialah ‘mengesakan
Allah didalam perkara-perkara yang Allah sendiri tetapkan melalui Nabi-Nabi Nya
yaitu dari segi Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ Was Sifat’.
Tauhid itu terbagi menjadi: qasyr
al-qasyr (kulitnya kulit), qasyr al-lub (kulit isi), lu(isi), lubb al-lubb
(isinya isi), dan seperti buah pala.
- Alam kekuasaan atau alam kenyataan
- Alam Malakut .
- Alam Jabarut
Hakikat diciptakannya jin dan manusia,
yaitu hanya untuk beribadah kepada Allah saja tanpa mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun. Sebab, tauhid hanya kepada Allah saja, karena syarat
diterimanya suatu ibadah / amalan adalah ikhlas kepada Allah merupakan hak
Allah yang harus ditunaikan oleh setiap manusia. Setiap manusia harus
mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah.
Demikianlah yang dapat kami simpulkan dari
isi Kitab Ihya Ulumudin tentang Tauhid semoga bermanfaat Amin, saya yakin masih
banyak kekurangan untuk itu saran dari teman-teman dan dosen sangat kami
harapkan demi sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Lewis, The
Encyclopedia of Islam, Netherland: Ej Brill, 1965
Nurcholis
Madjid, Khazanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1984
Badawi Thabana, Muqoddimah
Ihya Ulumuddin, Kairo: Isa Babiyul Halabi, 1957
Al Ghazali, Ihya Ulumuddin, Terjemahan Moh.
Zuhri, Semarang:
As Syifa, 2009
Departemen Agama, Al Quran dan
Terjemahnya, Semarang, As Syifa, 2006
A. Hanafi, Pengantar Filsafat Islam,
Jakarta: Bulan Bintang, 1990
Tim Penyusun, Muhtasor Ihya Ulumuddin, Surabaya:
Bintang Usaha, 1999
Muhammad
bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, Maktab
Dakwah dan Bimbingan Jaliyat Rabwah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar